Rabu, 04 Mei 2011

AL QUR’AN SEBAGAI PEDOMAN HIDUP MANUSIA (MUSLIM)




Pendahuluan

Segala kegiatan berkenaan dengan pendidikan harus memiliki tujuan yang jelas, selain itu juga harus memiliki dasar yang jelas. Jika tujuan pendidikan itu adalah sesuatu yang ingin dicapai maka dasar pendidikan itu adalah sesuatu yang menjadi tempat pijak proses pendidikan yang dilaksanakan, yang berfungsi menjadi pedoman dalam menjalankan proses pendidikan tersebut. Dengan adanya dasar itu maka proses pendidikan akan terkontrol sehingga pencapaian tujuan yang dicanangkan dilakukan dengan cara-cara yang benar. Tidak ambil jalan pintas.

Islam menjadikan al-Qur'an dan al-Hadits sebagai pedoman hidup manusia muslim dalam segala lini kehidupannya. Dengan demikian maka dalam bidang pendidikan umat Islam tidak boleh tidak harus mendasarkan pada al-Qur'an juga hadits. Berikut ini ayat-ayat yang akan kita bahas bersama.

1. QS. Al-An'am/6: 91-92

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ إِذْ قَالُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى بَشَرٍ مِنْ شَيْءٍ قُلْ مَنْ أَنْزَلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِلنَّاسِ تَجْعَلُونَهُ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا وَعُلِّمْتُمْ مَا لَمْ تَعْلَمُوا أَنْتُمْ وَلَا آَبَاؤُكُمْ قُلِ اللَّهُ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ
91. Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia." Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.

وَهَذَا كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ مُصَدِّقُ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنْذِرَ أُمَّ الْقُرَى وَمَنْ حَوْلَهَا ۚ وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِ ۖ وَهُمْ عَلَى صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ
92. Dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya[492] dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya.

Asbabunzul ayat 91 : Dikemukakan dari Ibnu Jarir dari jalan Ibni Abi Thalhah yang bersumber dari Ibni Abbas yang berkata : “ Orang-orang Yahudi berkata: “Demi Allah, Allah tidak menurunkan dari langit suatu kitab”. Maka turunlah ayat tersebut di atas, sebagai bantahan terhadap orang yang mengingkari turunnya kitab kepada manusia.

Surah   Al-an’am surah ke -6 terdiri dari 165 ayat termasuk surat makiyyah.

Penjelasan singkat: Pelajaran yang dapat di ambil dari ayat-ayat tersebut yaitu: kita sebagai umat islam harus beriman  dan mengamalkan isi al-quran yang telah Allah turunkan melalui rasul-Nya dan menjadikan al-quran sebagai pedoman hidup agar menjadi petunjuk kejalan yang lurus dan tidak tersesat seperti kaum-kaum terdahulu.

2. QS. Al-Baqarah/ 2: 1-5, 97

الم
 ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
 الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
 وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ ۖ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
 Alif lam mim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa. (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung.”

Asbabunnuzul ; dikemukakan Al-Fayabi dan Ibnu Jarir dari Mujahid, bahwa empat ayat pertama surat al-baqarah membicaran sifat-sifat dan tingkah laku orang-oang mukmin, dua ayat berikutnya membicarakan tenyang orang-orang kafir.

Surah   Al-Baqarah surah ke -2 termasuk surat Madaniyyah.

Penjelasan  ayat:
1. Adapun huruf-huruf yang terpenggal-penggal di setiap awal surat, maka lebih baik membiarkannya dan tidak mencoba-coba mencari makna-maknanya tanpa ada sandaran yang syar’i, dan diiringi dengan keyakinan yang kuat bahwasanya Allah subhaanahu wa ta’ala tidak menurunkannya dengan sia-sia akan tetapi menyimpan hikmah yang tidak kita ketahui.
2.Dan firmanNya {ذَٲلِكَ ٱلۡڪِتَـٰبُ}“Kitab itu” yaitu kitab yang dalam arti hakiki, yang mengandung hal-hal yang tidak dikandung oleh kitab-kitab terdahulu maupun sekarang berupa ilmu yang agung dan kebenaran yang nyata, {لَا رَيۡبَ‌ۛ فِيهِ}“Yang tidak ada keraguan / kebimbangan padanya” dalam bentuk apapun. Meniadakan keraguan dari kitab ini mengharuskan suatu hal yang bertentangan dengannya di mana hal yang bertentangan dengan hal itu adalah keyakinan, maka kitab ini mengandung ilmu keyakinan yang menghapus segala keraguan dan kebimbangan.
Ini merupakan suatu kaidah yang menunjukkan bahwasanya peniadaan yang dimaksudkan pujian adalah harus melingkupi hal yang bertentangan dengannya yaitu kesempurnaan, karena peniadaan adalah suatu yang tidak ada, sedangkan hal yang tiada secara murni itu tidak ada pujian padanya, dan ketika Dia mengandung suatu keyakinan sedangkan hidayah itu tidaklah akan dapat diperoleh kecuali dengan keyakinan, maka Allah berfirman {هُدً۬ى لِّلۡمُتَّقِينَ}“Petunjuk bagi mereka yang bertakwa” petunjuk itu adalah suatu yang memberikan hidayah dari kesesatan dan kesamaran, dan suatu yang membimbing untuk menempuh jalan yang berguna.
Allah berfirman {هُدً۬ى}“petunjuk” menghilangkan hal yang berlaku, namun Dia tidak berfirman; “petunjuk untuk kemaslahatan seseorang atau untuk kepentingan seseorang, untuk suatu maksud keumuman, dan bahwasanya Dia adalah petunjuk untuk seluruh kemaslahatan kedua negeri, Dia adalah pembimbing bagi hamba dalam masalah-masalah ushul (pokok) dan masalah-masalah furu’ (cabang), pemberi penjelasan pada kebenaran dari kebatilan, dan yang shahih dari yang lemah, dan pemberi penjelasan bagi mereka tata cara mereka menempuh jalan yang berguna bagi mereka dalam dunia dan akhirat mereka. Allah berfirman pada tempat yang lain  {هُدًى لِلنَّاسِ}“Petunjuk bagi manusia” diumumkan, (untuk seluruh manusia), sedangkan pada pembahasan ini dan yang selainnya adalah {هُدً۬ى لِّلۡمُتَّقِينَ}“Petunjuk bagi mereka yang bertakwa” karena sesungguhnya dalam hal itu sendiri telah bermakna petunjuk bagi manusia, maka orang-orang yang celaka tidak memperhatikan hal itu dan merka tidak menerima petunjuk Allah, maka dengan petunjuk ini, hujjah telah ditegakkan atas mereka, dan mereka tidak mengambil manfaat dengannya, dikarenakan kesengsaraan mereka.
Adapun orang-orang yang bertakwa yang melakukan sebab yang paling terbesar demi memperoleh petunjuk yaitu ketakwaan yang mana hakikat ketakwaan itu adalah menjalankan perkara yang dapat melindungi dari kemurkaan Allah dan adzbaNya dengan cara mengerjakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, lalu mereka mengambil petunjuk dengannya dan mereka mengambil manfaat darinya dengan sebenar-benarnya, Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَل لَّكُمْ فُرْقَانًا
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan (petunjuk yang dapat membedakan yang haq dan yang batil)” (Al-Anfal: 29),
Maka orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang mengambil manfaat dengan ayat-ayat al-Qur’an dan ayat-ayat penciptaan. Dan juga karena hidayah itu ada dua macam; hidayah penjelasan, dan hidayah taufiq, maka orang-orang yang bertakwa mendapatkan kedua hidayah tersebut sedangkan selain dari mereka tidak mendapat hidayah taufiq, sedangkan hidayah penjelasan tanpa adanya hidayah taufiq kepada pengamalannya bukan merupakan hidayah secara hakiki dan sempurna.
Kemudian Dia menggambarkan orang-orang yang bertakwa dengan keyakinan-keyakinan dan amalan-amalan batin serta amalan-amalan lahir karena meliputi ketakwaan padanya seraya berfirman,
3. {ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ}Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib” Hakikat keimanan adalah pembenaran yang total terhadap apapun yang dikabarkan oleh para Rasul, yang meliputi ketundukan anggota tubuh, dan tidaklah perkara dalam keimanan itu hanya kepada hal-hal yang dapat diperoleh oleh panca indera semata, karena hal itu tidaklah mampu membedakan antara seorang muslim dengan seorang kafir, namun perkara yang dianggap dalam keimanan kepada yang ghaib adalah yang tidak kita lihat dan saksikan, namun kita hanya mengimaninya saja karena ada kabar dari Allah dan kabar dari RasulNya shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Inilah keimanan yang mampu membedakan antara seorang yang muslim dari yang kafir, karena sebuah pembenaran yang semata karena Allah dan Rasul-rasulNya, maka seorang yang beriman adalah yang mengimani segala sesuatu yang dikabarkan oleh Allah tentangNya atau yang dikabarkan oleh RasulNya baik yang dia saksikan atapun tidak, baik dia mampu memahami dan masuk dalam akalnya, ataupun akal dan pemahamannya tidak mampu mencernanya, berbeda dengan orang-orang atheis, pendusta perkara-perkara ghaib, karena akal-akal mereka yang terbatas lagi lalai tidak sampai kepadanya akhirnya mereka mendustai apa yang tidak mampu dipahami oleh ilmu mereka, yang pada akhirnya rusaklah akal-akal mereka, sia-sia harapan mereka, dan bersihlah akal kaum mukminin yang membenarkan lagi mengambil hidayah dengan petunjuk Allah.
Dan termasuk dalam keimanan kepada yang ghaib adalah keimanan kepada seluruh kabar yang diberikan oleh Allah dari hal-hal ghaib yang terdahulu maupun yang akan dating, kondisi-kondisi Hari Akhirat, hakikat sifat-sifat Allah dan bentuk-bentuknya,dan kabar yang diberikan oleh RasulNya tentang semua itu, lalu mereka beriman kepada sifat-sifat Allah dan keberadaanNya, dan mereka meyakininya walaupun mereka tidak mampu memahami bentuk-bentuknya.
Kemudian Dia berfirman {وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ}Yang mendirikan shalat” Dia tidak berfirman; yang mengerjakan shalat, atau menjalankan shalat, karena sesungguhnya tidaklah cukup hanya sekedar menjalankan dengan bentuknya yang lahir saja, maka mendirikan shalat itu adalah mendirikan shalat secara lahir dengan menyempurnakan rukun-rukunnya, wajib-wajibnya dan syarat-syaratnya dan juga mendirikan ruhnya yaitu dengan menghadirkan hati padanya, merenungi apa yang dibaca dan mengamalkannya, maka shalat inilah yang disebutkan dalam firman Allah subhaanahu wa ta’ala,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45)
Yaitu yang memperoleh ganjaran, maka tidak ada ganjaran bagi seorang hamba dalam shalatnya kecuali apa yang dia fahami darinya, dan termasuk dalam shalat di sini adalah yang wajib maupun yang sunnah.
Kemudian Allah berfirman, {وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ}Dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka” termasuk di dalamnya nafkah-nafkah yang wajib, seperti zakat, nafkah atas istri, keluarga dan para budak dan sebagainya, dan nafkah-nafkah yang dicintai dengan segala kebaikan, dan tidak disebutkan hal-hal yang diinfakkan karena banyaknya sebab-sebab dan bermacam-macam penerimanya, dan karena nafkah itu pada dasarnya adalah sebuah ibadah kepada Allah, dia juga disebutkan dengan kata “dari” yang menunjukkan makna sebagian, demi untuk mengingatkan mereka bahwasanya Allah tidak menghendaki dari mereka kecuali sebagian kecil saja dari harta-harta mereka yang tidak akan membahayakan mereka dan tidak akan pula memberatkan mereka, bahkan mereka akan mengambil manfaat dari infak mereka tersebut, dan saudara-saudara mereka juga akan dapat mengambil manfaat darinya, dan dalam firman Allah {رَزَقْنَاهُمْ}  “Rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka” sebuah isyarat bahwa harta yang ada di hadapanmu ini tidaklah diperoleh dari kekuatan dan kepemilikanmu, akan tetapi itu semua adalah rizki Allah yang dianugerahkan kepada kalian dan diberikan nikmat itu atas kalian, maka dengan adanya nikmat yang diberikan oleh Allah atas kalian dan kemurahanNya terhadap sebagian banyak hamba-hambaNya, bersyukurlah kepadaNya dengan mengeluarkan sebagian nikmat yang diberikan atas kalian, dan hiburlah saudara-saudara kalian yang tidak memiliki.
Dan sangatlah banyak sekali Allah menyatukan antara shalat dengan zakat dalam al-Qur’an, karena shalat itu mengandung keikhlasan hanya kepada Dzat yang disembah, sedangkan zakat dan nafkah mengandung berbuat baik kepada sesama hamba-hambaNya, maka tanda dari kebahagiaan seorang hamba adalah keikhlasannya kepada Dzat yang disembah dan usahanya dalam memberikan manfaat kepada makhluk, sebagaimana tanda kesengsaraan seorang hamba adalah tidak adanya kedua perkara tersebut darinya, tidak ada keikhlasan dan tidak pula perbuatan baik.
4. Kemudian Allah berfirman {وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ}Dan mereka yang beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu” yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman,
وَأَنزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“Dan Allah telah menurunkan Kitab dan Hikmah kepadakmu” (An-Nisa:113),
Maka orang-orang yang bertakwa itu beriman dengan seluruh perkara yang datang dari Rasul, dan mereka tidak membeda-bedakan antara sebagian dengan lainnya dari apa yang diturunkan kepadanya, lalu dia beriman dengan sebagiannya, dan tidak beriman dengan sebagiannya, baik dengan cara mengingkarinya atau dengan mentakwilkannya selain maksud yang dikehendaki oleh Allah dan RasulNya sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang yang melakukan bid’ah, di mana mereka mentakwilkan nash-nash yang bertentangan dengan pendapat mereka, yang pada implikasinya tidak mempercayai makna-maknanya walaupun mereka mempercayai kata-katanya, maka mereka tidak beriman kepadanya secara hakiki. Dan firmanNya, {وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ}Dan apa yang telah diturunkan sebelummu” meliputi keimanan seluruh kitab-kitab terdahulu, yang juga mengandung keimanan kepada kitab-kitab adalah keimanan kepada Rasul-rasul dan kepada hal-hal yang meliputinya pada khususnya Taurat, Injil, dan Zabur, ini adalah keistimewaan kaum mukminin yang beriman kepada kitab-kitab langit seluruhnya, dan kepada seluruh Rasul-rasul dan mereka tidak membeda-bedakan salah satu di antara mereka.
Kemudian Allah berfirman, {وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ}Serta mereka yakin akan adanya Akhirat” Akhirat adalah sebuah nama bagi sesuatu yang ada setelah kematian, dan dikhususkan dalam penyebutan setelah kata yang umum karena keimanan kepada hari Akhirat adalah salah satu dari rukun Iman dan karena merupakan pendorong yang paling besar dalam hal harapan, khawatir dan perbuatan, sedangkan keyakinan adalah ilmu yang sempurna yang oadanya tidak ada keraguan sedikitp pun, yang membuahkan perbuatan.
5. {أُولَٰئِكَ}Mereka itulah”, yaitu yang bersifat dengan sifat-sifat terpuji tersebut { عَلَىٰ هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ } “Yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka” yaitu yang tetap di atas petunjuk yang besar karena pemakaian kata yang tidak terbatas (nakirah) adalah untuk mengagungkan, hidayah apalagi yang paling agung dari sifat-sifat yang telah disebutkan yang mengandung keyakinan yang benar dari perbuatan-perbuatan lurus? Apakah hidayah pada hakikatnya hanya memberikan hidayah mereka sedangkan sesuatu yang selain itu dari sesuatu yang bertentangan dengannya adalah kesesatan? Dan dipakai kata ‘ala “tetap mendapat” dalam posisi kalimat di sini menunjukkan pada ketinggian, adapun dalam posisi kata kesesatan memakai kata “dalam” sebagaimana dalam firmanNya,
وَإِنَّا أَوْ إِيَّاكُمْ لَعَلَىٰ هُدًى أَوْ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
Dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik) pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata.” (Saba’: 24),
Karena ahli hidayah adalah tinggi dengan hidayah tersebut, Adapun ahli kesesatan yang tenggelam adalah terhina.
Kemudian Allah berfirman, { وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ }Dan merekalah orang-orang yang beruntung”, keberuntungan adalah memperoleh hal yang diinginkan dan keselamatan dari hal yang dikhawatirkan. Pembatasan keberuntungan hanya pada mereka karena tidak ada jalan menuju keberuntungan kecuali dengan menempuh jalan mereka, dan jalan-jalan selain jalan tersebut maka itu semua adalah jalan kesengsaraan, kehancuran dan kerugian yang akan menjerumuskan penempuhnya kepada kehancuran.

قُلْ مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِجِبْرِيلَ فَإِنَّهُ نَزَّلَهُ عَلَى قَلْبِكَ بِإِذْنِ اللَّهِ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُؤْمِنِينَ  
97. Katakanlah: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.

Asbabunnuzul : Di kemukakan Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Abdirrohman bin Abi laila, bahwa seorang yahudi bertemu dengan Umar bin Khottob lalu berkata : “ sesungguhnya Jibril yang di sebut-sebut sahabatmmu itu adalah musuh bagi kami” maka berkatalah Umar :” barang siapa yang menjadi musuh Allah, Malaikat-malaikatnya, Rosul-rosu Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuhnya “. Lalu turnlah ayat ini berkenaan dengan apa yang di ucapkan Umar.

Pelajaran yang dapat diambil : pada ayat ini Allah menjelaskan tentang penolakan alsan-alasa yang dikemukakan orang yahudi dengan menyuruh Nabi Muhammad saw, menyampaikan kepada orang-orang Yahudi, bahwa siapa yang memusuhi Jibril berarti ia telah memusuhi wahyu Allah, karena tugasnya antara lain menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad saw. Barang siapa memusuhi wahyu Allah, berarti ia telah mendustakan Taurat dan kitab-kitab Allah yang lain.

Alasan yang dikemukakan orang-orang Yahudi adalah alasan yang timbul dari kelemahan dan kerusakan iman. Hal ini menunjukan bahwa permusuhan orang-orang Yahudi terhadap Jibril tidaklah pantas dijadikan alas an untuk tidak mempercayai kitab yang diturunkan Allah.

3. QS. Ali Imran/ 3: 7
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ      

7. Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat[183], itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat[184]. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

Surah   Al-Imran surah ke -7 terdiri dari 200 ayat termasuk surat madaniyyah
Penjelasan singkat: Al-Qur’an yang diturunkan Allah itu, di dalamnya terdapat ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat. Ayat yang muhkamat ialah ayat yang jelas artinya, seperti ayat-ayat hukum, dan sebagainya. Ayat mutasyabihat ialah ayat yang tidak jelas artinya, yang dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam penafsiran. Seperti ayat-ayat yang berhubungan dengan hal-hal yang gaib dan sebagainya.

Sikap manusia dalam memahami dan menghadapi ayat-ayat yang mutasyabihat, yaitu:
1.      Orang yang hatinya tidak menginginkan kebenaran, mereka jadikan ayat-ayat itu untuk bahan fitnah yang mereka sebarkan dikalangan manusia dan mereka mencari-cari artinya yang dapat dijadikan alasan untuk menguatkan pendapat dan keinginan mereka.
2.      Orang yang mempunyai pengetahuan yang mendalam dan igin mencari kebenaran, mereka harus mencari pengertian yang benar, dari ayat itu. Bila mereka belum atau tidak sanggup mengetahuinya, mereka berserah diri kepada Allah sambil berdo’a dan mohon petunjuk.

4. QS. Al-Isra’/ 17: 9, 82

إِنَّ هَذَا الْقُرْآَنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
9. Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,

Surah   Al-Isra surah ke -9 terdiri dari 111 ayat termasuk surat makiyyah.

Penjelasan singkat : Al-Quran adalah kitab suci umat islam yang berisi petunjuk sekaligus kabar gembira bagi orang mu’min yang mengerjakan amal soleh berupa pahala yang besar di sisi Allah.

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلَّا خَسَارًا
82. Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.

Penjelasan singkat : Al-Quran selain menjadi petunjuk bagi orang-orang yang beriman juga sebagai penawar dari segala penyalit denga izin Allah swt.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar